Kepemimpinan Jokowi

"Menterinya kan teknokrat-teknokrat, doktor-doktor, Ibu Sri Mulyani dipuji sebagai Meteri Keuangan terbaik di dunia mengapa (tetap berutang)? dugaan saya sudah memberitahu tapi pak Jokowi gak mau tau, (prinsipnya) pokoknya, dugaan saya begitu," ujar Kwik. Hal ini senada dengan pernyataan Rizal Rami yang berkaitan dengan besarnya utang yang digali oleh Jokowi untuk membangun infrastruktur. Saya tidak akan membahas alasan dibalik sikap KKG itu. Saya hanya ingin mengulang kisah dimana mereka pernah mendapat kesempatan duduk diposisi kunci sebagai menteri perekonomian era Gus Dur dan Megawati.

Saya masih ingat dulu di era Gus Dur, pernah ada teman mengusulkan kepada Gus Dur agar tidak perlu asset BPPN di lelang untuk dijual. Tetapi asset yang disita negara itu di sewa kelolakan dalam kurun waktu terntu kepada qualified institusi dalam bentuk MBO. Kontrak MBO ini bisa di sekuritisasi untuk menerbitkan obligasi mudah ( Quantitative easy ). Artinya kalau pasar tidak bisa menyerap maka negara melalui BI bisa beli sendiri dengan mencetak uang baru. Dampak inflasi tidak akan terjadi. Asalkan uang itu ditempatkan di BI untuk ekspansi fiskal pemerintah sebagai stimulus ekonomi. Namun usulan ini dipatahkan oleh Rizal Ramli dan juga Kwik. Alasannya tidak mudah melaksanakan program MBO. Lebih baik jual saja asset yang ada untuk nomboki APBN yang bolong.

Nah sebetulnya di era Gur Dur dimana Rizal Ramli sebagai Menko Ekuin, adalah kesempatan emas membalik ancaman resiko BLBI menjadi peluang bagi negara untuk keluar dari krisis dengan cepat dan sekaligus membuat negara semakin kuat dan besar. Mengapa ? karena semua milik swasta atau konglomerat sudah berpindah tangan ke negara. Artinya krisis membuka peluang nasionalisasi asset. Harusnya skema BPPN itu tidak menjual Asset melalui lelang dengan nilai jual maksimum hanya 30% tetapi melalui MBO ( management buyout ) atau kontrak pengelolaan kepada pihak yang profesional dan punya modal. Jadi asset dan saham tetap milik negara. Namun hak pengelolaannya diserahkan dengan swasta dengan sistem bagi hasil ( management fee ).

Mau tahu kerugian negara akibat kebijakan penjualan aset lewat BPPN ? Perhatikan, Asset yang dikuasai senilai Rp 144,5 triliun ( kurs Rp. 2000) atau setara dengan kredit yang disalurkan Bank Indonesia untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis. Kalau asset sebanyak ini di MBO kan maka banyak perusahaan besar sekarang seperti BCA dan bisnis tambang, perkebunan, dan lain lain masih tercatat milik negara. Bandingkan asset BCA waktu di jual seharga Rp. 4,5 triliun. Sekarang marcap BCA sebesar kurang lebih Rp. 450 triliun. Diperkirakan total asset yang dulu dijual, sekarang bernilai lebih dari 100 kali. Hitunglah berapa kerugian karena skema penjualan asset melalui lelang BPPN. Kalaulah RR dan KKG dulu berpikir out of the box dengan skema MBO, mungkin sekarang kita punya BUMN terkaya se ASIA. Dan tidak perlu terjebak hutang.

Menurut saya, RR dan KKG juga tidak salah. Karena mereka bukan pemimpin yang harus menjadi risk taker. Yang salah itu Megawati dan Gus Dur yang membuat keputusan. Tapi sayangnya, Gus DUR dan Megawati sangat percaya kepada kemampuan Rizal Ramli dan Kwik, yang keduanya pernah menjadi Menko Perekonomian. Namun baik Megawati dan Gus Dur bukan risk taker enterprenuer. Politiknya lebih dominan. inilah bedanya Jokowi dengan Presiden sebelumnya. Latar belakangnya sebagai pengusaha tentu mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Apa itu? Risk taker. Tetapi bukan konyol. Tentu risiko itu sudah ada kalkulasinya dengan cermat. Semua masukan sudah dia dengar. Saya tahu betul bahwa Jokowi itu tipe pemimpin yang pendengar. Dia sangat sabar sekali mendengar orang berbicara. Nah ketika Jokowi membuat keputusan agar para menterinya melaksakan perintah, mereka pun tidak punya beban politik. Jadi mereka profesional aja.

Punya bawahan hebat itu bagus tetapi tidak bisa menjamin bawahan akan bekerja efektif. Sukses atau tidaknya bawahan tergantung dari kepemimpinan. Ini berhubungan dengan seni kemampuan memahami rencana, pengorganisasian kerja, pelaksanaan dan pengawasan. SMI pernah jadi bawahan SBY tetapi tidak bisa berprestasi sehebat ketika dibawah kepemimpinan Jokowi. Mengapa ? pemimpin yang baik tidak meliat kehebatan bawahan membangun argumen dan retorika tetapi dengan kinerja. Kinerja jeblok ya tersingkir sepert Anies, Sudirman Said, Rizal Ramli. Bahkan KKG yang kader PDIP pun tidak dapat jabatan. Sementara yang berkinerja baik terus di motivasi , di encourage agar terus berperstasi baik.
.
.
.
Erizeli Jely Bandaro